Sunday, May 16, 2010

FUNGSI GENDING

5. Fungsi GendingDari bebagai bentuk gending, baik yang dibawakan secara individu ataupun secara bersama, maka dapatlah diuraikan fungsinya sebagai berikut:

5.1. Rasa KalangenanSeseorang memainkan alat, lagu yang dibawakan mungkin berpola posisi atau improvisasi semata. Dia memainkan alat itu untuk dirinya sendiri apakah untuk mengisi rasa sepi atau pengisi waktu senggangnya. Itulah salah satu cirri gending sebagai rasa kalangenan. Biasanya alat-alat yang digunakan adalah alat individu. Sebagai contoh, dahulu seorang gembala dengan sulingnya. Dia membawakan lagu untuk mengisi rasa sepi saja. Kalau hal ini dikaitkan pula dengan struktur masyarakat Sunda dahulu yang bermasyarakat huma (lading), kiranya gending kalangenan dapat memberi warna dan cirri dari masyarakat huma/lading itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka berkarawitan; mereka lebih banyak bersifat individu, karena cara kerja seharian, tempat tinggal yang berjauhan dan selalu berpindah-pindah. Dari cara-cara ini dapat memberi gambaran bahwa pengaruh struktur masyarakat Sunda zaman dahulu telah memberi arah-arah kemdandirian dari gending-gending Sunda yang lebih banyak penonjolan sifat-sifat individunya. Di kampung-kampung sebenarnya berkalangenan gending itu masih ada, misalnya dengan gambang, kacapi, taleot, empet-empetan, karinding dan lain sebagainya.

5.2. Iberan
Secara singkat “iberan” bisa diartikan sebagai pemberitahuan. Lebih jauh iberan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada sifat pemberitahuan itu sendiri, terutama yang berhubungan dengan isyarat-isyarat tertentu. Isyarat-isyarat itu bila diungkapkan oleh gending, biasanya lagu yang dibawakan itu telah mempunyai kebakuan-kebakuan tertentu yang telah terjalin secara khusus. Jalinan itu bisa berorientasi pada dua arah, baik jalinan komposisi daripada lagu/gending itu sendiri maupun jalinan yang berhubungan antara penabuh dan pendengarnya.
Contoh yang sangat sederhana pada kehidupan masyarakat masa lalu di pedesaan pada gending tutunggulan. Tutunggulan pada waktu itu bisa memberikan isyarat bahwa di tempat itu akan ada selamatan. Akan tetapi, tutunggulan itu sendiri bisa memberi isyarat pula bahwa ada gerhana bulan (samagaha-Sunda). Alat yang lebih sedehana lagi, misalnya kentongan (kohkol-Sunda). Dari alat ini, orang-orang yang mendengarnya bisa mengerti tentang isyarat tabuhannya, apakah ada bahaya banjir, kebakaran atau kehilangan sesuatu.

RRI Studio Bandung dengan suling tunggalnya dalam lagam tembang memberikan beberapa isyarat, seperti:
a. Beberapa saat lagi, siaran akan dimulai;
b. Memberi identitas daerah terutama untuk para pendengar di luar Jawa barat
c. Memberi warna khas salah satu alat dan lagu dalam karawitan Sunda.
d. Lebih jauh lagi dapat kita dengar gending lagu Palwa. Palwa sebagai cirri akan dimulainya warta berita dalam bahasa Sunda atau gending Calung untuk siaran pedesaan.

Pada gending tatalu, kiranya isyarat-isyarat itu lebih banyak lagi maksudnya, terutama pada tatalu pagelaran wayang golek. Selain dari fungsinya menarik penonton untuk berkumpul atau tahap-tahap akan dimulainya pagelaran itu sendiri, pada beberapa pergantian lagu secara langsung mengingatkan sang dalang untuk bersiapsiap tampil ke pentas. “Ki Dalang” harus sudah mengerti bahwa pada lagu tertentu harus keluar dan bergabung dengan para nayaga. Apabila lagu itu selesai dengan cempala dan kecreknya dalang memberi isyarat untuk memulai pagelaran wayang golek dan penonton pun dengan riangnya menyambut gembira dimulainya pagelaran.

Pada pagelaran Degung, Lagu Jipang Lontang sering dipakai sebagai lagu pembukaan dang ending jiro dipergunakan sebagai gending penutup pagelarannya. Menurut para orang tua, dahulu ada gending khusus untuk menyambut para pembesar Negara. Dengan spontan masyarakat mengerti dan memberikan hormatnya seiring dengan suasana lagu itu.

Pada perkembangan sekarang, kiranya gending-gending itu telah berkembang untuk promosi dagang. Orang-orang sudah mengerti apabila mendengar melodi tertentu dari sebuah siaran radio atau TV bahwa yang dimaksud adalah mempromosikan barang tertentu. Hal ini terutama pada musik dan khusus untuk karawitan Sunda hal ini terasa masih jarang sekali. Jadi, gending iberan, merupakan bahasa musik yang mengisyaratkan maksud-maksud tertentu pada komposisinya yang telah mempunyai nilai-nilai kebakuan dalam masyarakat pendukungnya. Ritme, lagu dan tempo masing-masing ikut berbicara menuangkan kedalaman maksud yang terkandung dalam isyarat itu.

5.3. Penghantar UpacaraFungsi gending di sini sangat erat bertalian dengan pelaksanaan upacara yang dilaksanakan. Sebagai contoh gending-gending pada Tarawangsa dan Jentreng di Rancakalong Sumedang, merupakan suatu kesatuan dalam upacara “nginepkeun pare”. Demikian pula fungsi gamelan dang ending pada Ajeng dalam upacara pesta laut di pesisir utara Jawa Barat. Demikian lekatnya perpaduan itu sehingga baik alat maupun lagu gending tidak bisa diganti dengan alat-alat lain di luar waditra-waditra itu. Ungkapan contoh di atas merupakan secuil kehidupan karawitan Sunda yang masih erat dengan pertalian upacara yang berhubungan dengan alat atau tradisi. Contoh lain untuk mendukung upacara-upacara yang sacral, tetapi pada perkembangannya sudah jarang ditemukan, yaitu fungsi Gong Renteng dalam perayaan Mauludan, kesenian Buncis pada upacara ngaseuk dan lain-lain.

Untuk tidak mengacaukan pengertian upacara-upacara yang berhubungan dengan adapt atau tradisi, dimana kebakuan alat dan lagu telah menjadi suatu kesatuan yang terpadu, hendaknya pengertian upacara itu dipisahkan dengan pengertian upacara khusus sebagai materi seni perkembangan sekarang. Pengertian upacara khusus sekarang merupakan kreasi materi seni yang biasanya bertolak dari upacara yang baku atau mendekatkan suasana pada upacara yang akan berlangsung. Sebagai contoh, upacara khusus “mapag panganten”, pengolahan sekar dang ending banyak berorientasi pada kebakuan, tetapi disana-sini mendapat penataan kembali dalam bentuk kreasi baru. Pendekatan suasana pada upacara yang akan berlangsung, misalnya pada upacara-upacara peresmian sesuatu yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan. Baik jalan upacara, apalagi gending-gendingnya selain mengambil bentuk tradisi juga ditambah dengan olahan baru. Jelas hantaran gending pada upacara seperti ini tidak mutlak harus dibawakan oleh alat itu saja, sewaktu-waktu bisa dengan alat lain. Iniulah perbedaan yang jelas apabila dibandingkan dengan upacara-upacara yang bersifat adapt atau tradisi, di mana fungsi gending dan alatnya sangat lekat terpadu dengan jalannya upacara.

5.4. Pengiring/PiriganSeperti diketahui bersama, salah satu fungsi gending adalah untuk mengiringi. Dalam kehidupan karawitan Sunda, diketahui pula bahwa gending biasa dipergunakan untuk pengiring sekar/vokal, tari, teater daerah, dan sebagainya.
Untuk Sekar bisa digunakan iringan gamelan pelog-salendro, gamelan degung, kacapi, angklung, calung dan lain-lain. Begitu pula pergelaran tari, lebih banyak digunakan gamelan pelog-salendro dan sekali-kali menggunakan gamelan degung. Namun, pada perkembangan sekarang banyak koreografer-koreografer memanfaatkan waditra lain untuk mengiringi tariannya, misalnya instrument kacapi, suling dan waditra-waditra lainnya.

Dalam mengiringi pergelaran wayang, iringannya menggunakan gamelan, yaitu untuk wayang golek purwa menggunakan gamelan pelog-salendro, wayang pakuan dengan gamelan degung, wayang cepak gaya Priangan dengan gamelan pelog dan wayang pantun dengan gamelan salendro (dimana dalam pergelarannya dipakai juga waditra kacapi dengan laras degung)

5.5. Pemberi SuasanaKehadiran gending terasa dibutuhkan, misalnya pada penerimaan tamu atau mengisi kesenggangan dalam keadaan yang santai. Kita mendengar ada musik pagi,, musik siang hari, musik malam, inilah pemberi suasana dari kehadiran gending. Bentuk lagunya kebanyakan dibawakan secara instrumentalia/gendingan dan lagu-lagunya disesuaikan pula dengan keadaan waktunya sehingga terasa ada jalinan suasana antara waktu dan lagu.

Perkembangan lain beranjak pada pembacaan puisi, gending berfungsi sebagai ilustrasi. Di samping itu, terasa adanya suasana yang akrab antara pembaca puisi dan lagu. Apalagi apabila puisi berbahasa daerah, kemudian karawitan menjadi pendamping suasananya, terasa kepaduan itu terjalin dengan harmonis.

Secara tidak disengaja, banyak pula orang yang akan tidur mudah terlena apabila mendengar kacapi suling Cianjuyran. Mungkin saja hal disebabkan oleh lagunya yang melankolis, tetapi dari segi lain kita dapat merasakan bahwa warna kacapi suling (terutama dalam tembang) suasananya sangat erat sekali mendukung suasana malam.

5.6. Pengungkap CeritraApabila sebuah ceritera diungkapkan melalui bahasa atau dari bahasa diungkapkan lagi dalam sekar sudah menjadi hal yang biasa. Sebagai contoh dalam Gending Karesmen telah kita dapati. Tetapi apabila jalinan cerita itu diungkapkan dalam komposisi gending hal itu masih merupakan barang langka dalam perkembangan karawitan Sunda. Padahal, sebenarnya lagu-lagu degung instrumental pada zaman dahulu sudah merupakan dasar-dasar kuat dalam bentuk ini.

Di dunia musik, telah banyak dikenal musik programa yang banyak mengungkapkan ide ceritera dalam sebuah komposisi yang besar. Sifat dari bentuk ini merupakan musik total, artinya ungkapan secara penuh diformulasikan untuk musik tanpa kehadiran kata di dalamnya.

Kreasi baru dalam karawitan Sunda dalam mengungkapkan ceritra dalam gending, diawali dengan gending “Hujan Munggaran” karya Mang Koko pada tahun 1967, yang kemudian diangkat ke dalam tari oleh Enoch Atmadibrata. Perkembangan setelah itu pada tahun 1976 dengan judul “Simpay Galindeng Tineung” karya Nano. S dan disambung pada tahun 1979 dengan Karawitan Gending Sangkuriang yang sekaligus merupakan wakil Jawa Barat dalam Pekan Komponis Muda I di Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Kekhususan dari karawitan gending seperti yang diungkapkan melalui alat-alat karawitan; pendengar betul-betul diajak berbicara dan berinterpretasi dalam nada-nada waditra dengan keanekaan warna dan larasnya. Warna suara, laras dan berbagai surupannya, demikian pula dengan tempo dan ritme berbicara mengungkapkan isi cerita yang diketengahkan. Pendengar dituntut daya interpretasi dan imajinasinya dalam mencerna ungkapan lagu yang dituangkan dari karawitan gending.

Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi gending di sini sebagai pengungkap interpretasi cerita yang dikomposisikan secara khusus menurut gaya dan citra si seniman itu sendiri. Mengenai interpretasi penonton atau pendengar pada karya cipta ini mungkin saja berbeda-beda dan apabila terjadi hal seperti ini, sang komponis tidak akan mempersoalkannya karena telah demikianlah adanya, di mana ia telah menyusun berdasarkan interpretasi dirinya melalui liku nada dan melodinya.
GLOSARI
Alok
1. Vokal pemngisi pada bagian gelenyu
2. Orang yang menyanyikan vocal pada bagian gelenyu, yang disebut pula tukang alok. Tukang alok biasanya berjenis kelamin pria.
Alur LaguSusunan nada-nada (baik vocal maupun instrumental) yang membentuk melodi dasar.
Angkatan WirahmaBagian awal suatu struktur sekar gending
Bentuk LaguStruktur dasar bagi pembuatan lagu (sekar gending)
BonangSalah satu waditra (instrument) dalam perangkat gamelan degung yang bentuknya ada yang berpenclon (bulat) atau berbilah (pipih), rata-rata berjumlah 15 buah, nada tertinggi 2 (mi) dan paling rendah 5 (la)
Cacagan
Memainkan waditra dengan cara dicacag/dimatikan suaranya, biasanya dalam tiga pukulan adalah pukulan ke 1 dan 3 yang dimatikan
CarukanMemadukan pukulan boning dengan saron atau peking (imbal atau bersahut-sahutan)
DibendoMemakai tutup kepala laki-laki (khas daerah Sunda)
Digembyang
Sama dengan kemprangan hanya jarak nadanya satu gembyang/oktaf.
DikemprangCara membunyikan bonang di mana tangan kanan dan kiri menabuh secara bersamaan
DikempyungSama dengan kemprangan hanya jarak nadanya satu kempyung, misalnya nada 1 (da) dengan 4 (ti), 2 (mi) dengan 5 (la), istilah dalam musik “kwint”
DirangkepCara menabuh dua kali lipat (double) dari ketukan dan melodi dasarnya, tabuhan ini biasanya dilakukan apabila temponya diperlambat.
DisanggulMemakai sanggul (ornament kepala wanita)
Disinjang kebatMemakai kain bawahan langsung sampai mata kaki (kebat=langsung)
DongkariHiasan lagu dalam vocal tembang Sunda Cianjuran dengan menggunakan teknik penyuaraan tertentu
EmbatSystem tingkatan perjalanan musical yang dibedakan dengan jumlah wiletan (matra), jumlah sabetan wiletan (ketukan), dan kadang-kadang oleh jumlah kenongan. Tingkatan embat terdiri atas: gurudugan, kering, sawilet, dua wilet, opat wilet dan lalamba.
EmokCara duduk dengan kaki dilipat di bawah pantat
GamelanPerangkat alat musik Sunda dengan sebagian besar bahannya terbuat dari logam (perunggu, besi, atau kuningan) berbentuk bilahan dan penclon. Berdasarkan kelengkapannya terdapat gamelan salancar dan gamelan lengkap. Gamelan salancar merupakan gamelan sederhana (tidak lengkap) yang umumnya dimiliki oleh sebagian masyarakat. Waditra yang terdapat dalam gamelan salancar (selain adanya rebab dan kendang) biasanya hanya ada saron pangbarep, saron panempas, panerus, bonang, gambang dan goong. Sebaliknya terdapat pula gamelan lengkap, dengan waditra selain yang disebutkan, terdapat pula peking, rincik, kenong (jengglong), selentem, ketuk, serta waditra lainnya.
GelenyuBagian lagu tanpa vokal sinden, diisi dengan beberapa motif tabuhan kendang dan rebab. Gelenyu biasa diisi dengan nyanyian alok.
GongWaditra berpenclon seperti bonang/jengglong, hanya ukurannya sangat besar
GoonganBunyi gong yang memberikan batasan lagu dalam setiap bagiannya (dalam satu wilet terdiri dari 16 ketukan, maka bunyi gong terletak pada ketukan terakhir atau keenambelas)
Irama MerdikaPermainan irama yang tidak terikat oleh ketukan tetap (free meter)
Irama TandakPermainan irama dengan ketukan yang tetap
JengglongSama dengan bonang, hanya saja bentuknya lebih besar dan nada-nadanya lebih rendah
Juru Mamaos
Penyanyi, baik laki-laki maupun wanita dalam tembang Sunda Cianjuran yang sudah dianggap ahli
KasundaanHal-hal yang berkaitan dengan hasil cipta rasa, karsa manusia Sunda
Kawih kapasindenan
Salah satu style nyanyian pada gamelan salendro pelog yang berpolakan lagu jalan dan lagu jadi.

Kenongan1. Batas kalimat musical sebelum batas akhir suatu periode bentuk lagu
2. Istilah untuk menyebutkan nada-nada yang menjadi tujuan akhir tabuhan setiap waditra, baik pada akhir kalimat musical sebelum suatu periode bentuk lagu, maupun pada akhir bentuk lagu.
KempranganMemadukan dua nada secara bersamaan (berbeda satu oktaf) dan bunyinya ditirukan dengan suara manusia “prang”
KendangAlat musik tepuk (waditra) yang terbuat dari kulit dan kayu, kendang besar disebut kendang indung dan kendang kecil disebut kulanter
Lagu1. Lagu vocal (sekar)
2. Lagu instrumental (gending)
3. Gabungan lagu vocal instrumental (sekar gending)
Lagu jadiLagu yang mempunyai alur lagu dan rumpaka (syair, teks lagu) pasti
LarasTangga nada (susunan/deretan nada-nada yang telah memiliki interval tertentu dalam satu gembyang (oktaf)
MadakeunTanda/kode dalam mengakhiri/menyelesaikan penyajian sebuah lagu (madakeun) biasanya ditandai dengan melambatkan tempo atau dikeraskan suaranya
MandiriKhusus, tidak sama dengan yang baku/lainnya
NayagaPemain musik gamelan
NyindenPenyanyi wanita yang menyanyikan lagu-lagu gamelan salendro, pelog.
PangkatBuka/pembukaan sebelum masuk ke dalam lagu/melodi pokok (alur lagu)
PapanggunganAsal kata dari panggung, yaitu tempat pertunjukan
PendopoRuang tempat pertemuan para menak/gegeden (di kabupaten, kewedanaan, kecamatan) yang dipergunakan untuk pertunjukan
PerangkatKesatuan (perangkat degung artinya kesatuan dari waditra degung yang ada dan biasa dipergunakan dalam ensambel degung)
Pola laguPatron/disain/atuiran tabuhan yang dipergunakan dalam sebuah lagu
Pola tabuhPatron/disain/aturan tabuhan yang dipergunakan dalam mengiringi sebuah lagu
Pungkasan Wirahma
Bagian akhir dari suatu struktur sekar gending
ReureueusHiasan pada nada-nada dengan cara memberikan teknik vocal tertentu (ornamentasi)
RubuhJatuh nada akhir (seleh-Jw)
RumpakaSyair atau teks nyanyian
SalancarCara menabuh sesuai dengan ketukannya dan melodi dasar
SaronSama dengan peking hanya saja bilahannya (nadanya) lebih besar atau nadanya lebih rendah satu gembyang/oktaf
SawiletBatasan waktu yang dipergunakan dalam sebuah lagu (satu wilet atau sawilet terdiri dari empat matra/birama dan setiam birama empat ketukan)
SilaSikap duduk laki-laki dengan kaki dilipat di depan
SinjangKain bawahan untuk wanita, kadang-kadang juga dipergunakan oleh laki-laki (biasanya terbuat dari kain batik)
Senggol1. Bagian dari alur lagu keseluruhan (cengkok-Jw)
2. Satu bentuk motif alur lagu, bisa hanya dalam batas satu pancer maupun satu kenongan, tergantung kreativitas sinden.
3. Gabungan beberapa bentuk motif alur lagu dalam suatu suatu periode goongan.
SindenPenyanyi lagu-lagu gamelan salendro pelog. Sinden umumnya berjenis kelamin wanita akan tetapi ada pula sinden pria dengan meniru suara sinden wanita.
SisindiranBentuk rumpaka (syair, teks lagu) yang mempunyai bagian sampiran dan isi.
Sora1. Suara atau bunyi yang tidak diatur.
2. Nada (bunyi yang telah diatur)
SusulanMemainkan waditra bonang yang ditabuhnya saling menyusul atau bergantian antara tangan kanan dan kiri
TakwaBaju keatasan laki-laki (khas daerah Sunda)
Tataran wirahma
Bagian tengah suatu struktur sekar gending
Tugu lagu
Istilah lain yang terdapat di kalangan nayaga, searti dengan kata kenongan.
WaditraAlat musik atau instrument
Waditra gamelan
Alat-alat musik yang terdapat dalam perangkat gamelan, baik dalam gamelan salancar maupun gamelan lengkap (lihat gamelan)
WawangsalanBentuk rumpaka (syair, teks lagu) yang arti kalimatnya terdapat dalam susunan kata/kalimat sindiran.
Informasi tambahan untuk melengkapi bisa link ke http://www.datasunda.org/
atau :

No comments:

Post a Comment