2.2. Gamelan Degung
Arti Degung sebenarnya hampir sama dengan Gangsa di Jawa Tengah, Gong di Bali atau Goong di Banten yaitu Gamelan, Gamelan merupakan sekelompok waditra dengan cara membunyikan alatnya kebanyakan dipukul.
Pada mulanya Degung berupa nama waditra berbentuk 6 buah gong kecil, biasanya digantungkan pada “kakanco” atau rancak/ancak. Waditra ini biasa disebut pula “bende renteng” atau “jenglong gayor”. Perkembangan menunjukan bahwa akhirnya nama ini digunakan untuk menyebut seperangkat alat yang disebut Gamelan Degung dimana pada awalnya gamelan ini berlaras Degung namun kemudian ditambah pula dengan nada sisipan sehingga menjadi laras yang lain (bisa Laras Madenda/Nyorog ataupun laras Mandalungan/Kobongan/Mataraman)
Ada anggapan lain sementara orang bahwa kata Degung berasal dari kata ratu-agung atau tumenggung, seperti dimaklumi bahwa Gamelan Degung sangat digemari oleh para pejabat pada waktu itu, misalnya bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusuma adalah salah seorang pejabat yang sangat menggemari Degung, bahkan beliaulah yang sempat mendokementasikan beberapa lagu Degung kedalam bentuk rekaman suara.
Ada pula yang menyebutkan Degung berasal dari kata “Deg ngadeg ka nu Agung” yang mengandung pengertian kita harus senantiasa menghadap (beribadah) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam bahasa Sunda banyak terdapat kata-kata yang berakhiran gung yang artinya menunjukan tempat/kedudukan yang tinggi dan terhormat misalnya : Panggung, Agung, Tumenggung, dsbnya. Sehingga Degung memberikan gambaran kepada orang Sunda sebagai sesuatu yang agung dan terhormat yang digemari oleh Pangagung.
Mula mula Degung merupakan karawitan gending, penambahan waditrapun berkembang dari jaman ke jaman. Pada tahun 1958 barulah dalam bentuk pergelarannya degung menjadi bentuk sekar gending, dimana lagu-lagu Ageung diberi rumpaka, melodi lagu dan bonang kadangkala sejajar kecuali untuk nada-nada yang tinggi dan rendah apabila tidak tercapai oleh Sekar. Banyaknya kreasi-kreasi dalam sekar, tari, wayang menjadikan degung seperti sekarang ini.
2.2.1. Nama-nama Waditra
Istilah waditra khususnya dalam degung dan umumnya dalam Karawitan Sunda adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan berkesenian. Istilah dalam musik “instrumen”.
a. Bonang, terdiri dari 14 penclon dalam ancaknya. Berderet mulai dari nada mi alit sampai nada La ageng
b. Saron/Cempres, terdiri dari 14 wilah. Berderet dari nada mi alit sampai dengan La rendah.
c. Panerus, bentuk dan jumlah nada sama dengan saron/cempres, hanya berbeda dalam oktafnya.
d. Jengglong terdiri dari enam buah. Penempatannya ada yang digantung dan ada pula yang disimpan seperti penempatan kenong pada gamelan pelog.
e. Suling, suling yang dipergunakan biasanya suling berlubang empat.
f. Kendang, terdiri dari satu buah kendang besar dan dua buah kendang kecil (kulanter). Teknis pukulan kendang asalnya dipukul/ditakol dengan mempergunakan pemukul. Dalam perkembangannya sekarang kendang pada gamelan degung sama saja dengan kendang pada gamelan salendro-pelog.
g. Gong, pada mulanya hanya satu gong besar saja, kemudian sekarang memakai kempul, seperti yang digunakan pada gamelan pelog-salendro.
2.2.2. Fungsi Waditra
Untuk mengetahui fungsi waditra dalam gamelan degung, harus dibagi dahulu bentuk lagu yang dibawakan. Bentuk lagu yang terdapat pada gamelan degung terdiri dari dua bagian besar, yaitu: Lagu-lagu Kemprangan dan Lagu-lagu Gumekan .
Lagu kemprangan tiada bedanya dengan bentuk Rerenggongan pada gamelan salendro. Biasanya lagu yang dibawakan berirama satu wilet atau keringan, misalnya lagu Jipang Lontang, Gambir Sawit, Kulu-Kulu, catrik dan lain-lain. Pada dasarnya posisi tabuh sama dengan posisi pada gamelan salendro.
Fungsi waditra pada lagu kemprangan ini adalah sebagai berikut:
· Jengglong = balunganing gending
· Suling = pembawa melodi
· Kendang = pengatur irama
· Saron = lilitan melodi
· Bonang = lilitan balunganing gending
· Gong = paganteb wilet
Gumekan sebenarnya nama teknis tabuhan, tetapi di sini bisa diartikan pula sebagai bentuk lagu degung yang khas dalam lagu-lagu ageng. Fungsi waditra pada gumekan sangat berbeda sekali dengan gending-gending lainnya, terutama dalam pembawa melodi lagu.
Fungsi waditra dalam lagu/gending ageng tabuh gumekan:
· Bonang = pembawa melodi
· Suling = lilitan melodi
· Saron/Cempres = lilitan melodi
· Panerus = cantus firmus
· Jengglong = balunganing gending
· Gong = panganteb wiletan
2.2.3. Teknik/Motif Tabuhan pada Gamelan Degung
Waditra Bonang baik pada lagu-lagu bentuk kemprangan maupun bentuk “Gumekan” memerlukan kedua belah tangan yang dalam menabuhnya antara tangan kanan dan kiri ada yang bersamaan baik swarantara gembyang, kempyung dan Adu laras, bergantian (Sunda, Patembalan) sesuai notasi.
Untuk waditra berwilah pada Degung diperlukan teknik tengkepan yaitu tangan yang satu memukul tepat ditengah wilah panakol tegak dan tangan lainnya “nengkep” (memegang waditra untuk mengurangi efek tabuhan sehingga gelombang nadanya tidak menjadi panjang). Sedangkan waditra Jengglong yang menggunakan dua buah pemukul mempunyai ketentuan yaitu tangan kanan untuk nada: 1, 3, 5 alit dan tangan kiri untuk nada: 1, 4, 5
Waditra Kendang dan Suling disesuaikan dengan teknik masing-masing waditra dan kebutuhan.
Kemprangan
Kemprangan adalah cara membunyikan bonang antara tangan kiri dan kanan berjarak satu gembyang, nada gembyang ditabuh bersahut-sahutan.
Motif melodi dapat berbeda-beda, setiap orang dapat membuat melodi masing-masing untuk setiap lagu berdasar Arkuh lagunya dengan prinsip kenongan dan goongan harus sama.
2.2.4. Nama-nama Gending Degung
Gending-gending degung kemprangan dalam beberapa hal tidak ada bedanya dengan gamelan salendro, tetapi mempunyai kekhususan tertentu dalam lagunya, yaitu lagu-lagu yang jarang dipergunakan dalam gamelan salendro. Lagu-lagunya antara lain; Jipang Lontang, Jipang Prawa, Catrik, Gambir Sawit, Kulu-Kulu, Puspajala, Kunang-Kunang, Paron, dan lain-lain.
Dalam bentuk gumekan, lagu-lagunya antara lain: Palwa, Manintin, Sang bango, ladrak, Lalayaran, Ayun Ambing, Sunda Mekar, Kadewan, Pajajaran dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment